Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi pencetakan 3D telah merevolusi berbagai industri, mulai dari otomotif hingga perhiasan. Namun, kini dunia kesehatan mulai merasakan dampaknya yang signifikan. Baru-baru ini, National Institute of Standards and Technology (NIST) merilis sebuah makalah yang membahas potensi pencetakan 3D dalam dunia farmasi, serta pentingnya regulasi untuk meningkatkan aksesibilitas obat-obatan yang lebih tepat sasaran dan bahkan bisa disesuaikan dengan selera pasien.
Menciptakan Obat dengan Teknik Distribusi
Tim peneliti menyebut teknik ini sebagai “manufacturing terdistribusi”, yang dianggap sangat penting dalam situasi darurat, seperti pandemi, di mana kebutuhan akan obat harus dipenuhi dengan cepat. Unit-unit pencetakan 3D ini dapat beroperasi secara independent di rumah sakit, apotek, atau fasilitas kesehatan terdaftar lain, dan ketika diperlukan, mampu bekerja sama dengan fasilitas besar untuk memproduksi obat dalam jumlah besar. NIST menggarisbawahi perlunya kepatuhan pada standar praktik manufaktur yang baik (Good Manufacturing Practice/GMP) untuk memastikan kualitas dan keamanan produk.
Salah satu keunggulan utama dari pencetakan 3D dalam pembuatan obat adalah kemampuannya untuk memproduksi dalam jumlah kecil hingga satu dosis. Ini membuka kemungkinan untuk menyediakan dosis yang sangat khusus untuk setiap individu. Tidak hanya dosisnya yang disesuaikan, tetapi bentuk dan bahkan rasa obat pun juga bisa dipilih. Ini menjadi langkah maju yang sangat signifikan dibandingkan dengan metode pembuatan obat tradisional.
Pendekatan yang Personalisasi dan Beragam
Salah satu keuntungan besar dari obat yang dicetak 3D adalah kemampuannya untuk menangani masalah ukuran dosis. Tidak jarang terjadi bahwa obat-obat tertentu hanya tersedia dalam dosis standar yang mungkin tidak sesuai dengan kebutuhan pasien, terutama untuk anak-anak. Dengan teknik pencetakan 3D, obat dapat dicetak sesuai dengan dosis yang dibutuhkan pasien. Ini menghasilkan solusi yang lebih optimal dan menghindari pemborosan serta efek samping dari dosis berlebih.
Selain fleksibilitas dalam ukuran dosis, pencetakan 3D juga menawarkan kebebasan dalam format obat. Untuk pasien yang mengalami kesulitan menelan pil, obat dapat disediakan dalam bentuk cairan atau bahkan dalam bentuk film yang larut di mulut. Teknik “polypills” memungkinkan beberapa obat digabungkan menjadi satu paket, mengurangi kebutuhan untuk mengonsumsi beberapa pil sekaligus.
Bagi anak-anak, pendekatan psikologis dalam mengonsumsi obat tentu saja menjadi tantangan tersendiri. Dalam konteks ini, pencetakan 3D dapat menghadirkan obat dalam bentuk yang menarik, seperti bintang atau hewan, dan juga dapat disesuaikan dengan rasa yang diinginkan, seperti coklat atau buah-buahan. Teknologi ini bahkan memungkinkan pembuatan ibuprofen dalam bentuk yang dapat dikunyah dengan rasa jeruk dan stroberi, menjadikannya lebih menarik bagi anak-anak yang mungkin sulit untuk mengonsumsi obat.
Masa Depan Pencetakan 3D dalam Farmasi
Teknik-teknik yang diungkapkan dalam makalah penelitian mencakup pencetakan inkjet dan drop-on-demand untuk mencapai presisi dalam pengendapan bahan kimia pada berbagai bentuk obat seperti film, tablet, dan kapsul. Tujuan utamanya adalah untuk mempercepat proses pengiriman vaksin kepada publik, yang sangat penting dalam menghadapi pandemi.
NIST terus memantau semua perkembangan penting di bidang farmasi yang dicetak 3D dan berperan dalam menetapkan standar kualitas. Salah satu fokus utama adalah memastikan bahwa bahan baku yang tepat tersedia di lokasi pencetakan, karena faktor-faktor seperti suhu dan perubahan keadaan fisik sangat menentukan efektivitas bahan tersebut.
Dengan penggunaan pencetakan 3D, masalah pemeriksaan kualitas printer juga menjadi penting. NIST telah menemukan bahwa metode menggunakan LED dan fotodiode dapat diandalkan untuk mendeteksi masalah seperti penyumbatan nozel printer atau kontaminasi. Namun, satu tantangan yang masih harus dipecahkan adalah cara untuk memverifikasi dosis yang benar telah dicetak, yang merupakan aspek krusial dalam produksi obat.
Kepatuhan pada protokol keselamatan sangat penting agar hanya obat yang memenuhi standar kualitas resmi yang diproduksi di lokasi-lokasi ini, sehingga dapat menjamin bahwa obat yang tersedia untuk pasien adalah obat yang aman dan efektif.
Dengan inovasi yang terus berkembang dalam pencetakan 3D, kita mungkin akan melihat era baru dalam cara kita mendapatkan dan mengonsumsi obat. Teknologi ini tidak hanya meningkatkan aksesibilitas, tetapi juga menciptakan umat manusia yang lebih personal dalam pendekatan perawatan kesehatan. Melalui kombinasi pencetakan 3D dan manajemen yang baik, masa depan kesehatan global dapat terlihat lebih cerah dan tepat sasaran, memenuhi kebutuhan individu dengan cara yang belum pernah kita bayangkan sebelumnya.